A. Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan reformasi, maka bermunculan berbagai perubahan dan penyempurnaan tanpa terkecuali juga pendidikan. Perbaikan mutu pendidikan menjadi obsesi sekaligus isu universal di negara manapun. Tidak ada satu bangsa pun yang akan berhenti bekerja karena memandang mutu pendidikannya yang sudah baik dan kompetetif. (Sudarwan:2010) Otonomi pendidikan adalah salah satu hasil dari perjuangan reformasi di bidang pendidikan dan pada akhirnya memunculkan beberapa kebijakan dibidang pendidikan seperti Manajemen Berbasis Sekolah (school-based management), dan rencana implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (curriculum-based competence), dan Kurikulum Berbasis Sekolah (school-based curriculum).
Reformasi di bidang pendidikan, meskipun dikatakan oleh Surakhmad (2002) secara psikologis dan politis dirasakan amat terlambat dan secara teknis dikatakan terlalu cepat, pada dasarnya merupakan salah satu dari ‘tekad’ dan ‘gebrakan’ bangsa Indonesia yang harus tetap dijaga untuk melakukan perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Berbagai predikat, peristiwa dan kasus ‘negatip’ yang telah dan sedang dialami bangsa Indonesia, seperti sebutan bangsa yang akrab dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan segala perangkat kata sinonimnya, sebagiannya adalah karena akibat dari salah urus dalam menata pendidikan.
Dengan demikian tidak mengherankan kalau kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan, berada pada urutan paling belakang dibandingkan dengan pendidikan bangsa-bangsa lain di tingkat regional maupun internasional. Hal tersebut tercermin, antara lain, dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang dilaksanakan oleh International Educational Achievement (IEA) menunjukkan bahwa peserta didik SD di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), studi untuk kemampuan matematika, peserta didik SLTP di Indonesia hanya berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, dan untuk kemampuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) juga berada pada peringkat ‘buncit’, yaitu urutan ke-40 dari 42 negara peserta (Bappenas, 2000).
Sebagai ujud reformasi di bidang pendidikan itu, maka bermunculan berbagai perubahan dan penyempurnaan peraturan perundangan seperti: perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Perguruan Tinggi dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Sebagai Badan Hukum, PP Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar; disempurnakan menjadi PP Nomor 55 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. Di samping itu, sebagai bentuk realisasi dari keinginan reformasi dan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan seperti yang dituangkan dalam Propenas, Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia menerbitkan surat Keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Surat keputusan itu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Beberapa perubahan dan penambahan aturan perundangan itu diharapkan mampu mengangkat kualitas pendidikan di Indonesia sesuai dengan keinginan dan demokratisasi pendidikan. Sudarwan (2010) melukisakan bahwa pengabaian pembangunan pendidikan oleh Negara merupakan awal tragedi suatu bangsa. Negara yang tidak memiliki kepedulian tinggi terhadap pembangunan pendidikan, bearti membiarkan anak-anak terjebak pada jurang kemiskinan, keterbelakangan, dan menjadi pecundang. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management), sebenarnya merupakan bentuk riil keinginan bangsa Indonesia untuk menuju sistem penyelenggaraan pendidikan yang lebih baik, demokratis dan manusiawi. Keinginan dan harapan perubahan itu paling tidak seperti yang dicantumkan dalam Buku Pedoman Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) oleh Direktorat SLTP Ditjen Dikdasmen Depdiknas seperti yang diadopsi dalam bagan berikut.
Perubahan Pola Manajemen Pendidikan
Meskipun implementasi MBS ini memerlukan perjuangan berat bangsa Indonesia dan membutuhkan waktu yang cukup panjang (time consuming), dalam pandangan Noble (1996), MBS itu diharapkan dapat: (1) Meningkatkan prestasi akademik peserta didik (academic achievement). (2) Meningkatkan pertanggung jawaban (accountability) diantara para pengambil kebijakan. (3) Meningkatkan pemberdayaan (empowerment) ke arah perbaikan budaya sekolah (school culture), dan untuk kegunaan politis (political utility) karena para pengambil kebijakan di masyarakat (local players) benar-benar mengetahui apa yang diperlukan untuk meningkatkan sekolah.
Desentralisasi pendidikan di samping merupakan kebijakan yang diharapkan mampu menumbuh-suburkan proses demokratisasi pendidikan, kebijakan itu juga dapat menciptakan pendidikan yang lebih demokratis. Zamroni (2001) melukiskan paradigma pendidikan yang demokratis itu dan membandingkannya dengan paradigma birokratis seperti yang pernah dipraktekkan bangsa Indonesia selama beberapa dekade yang lalu. Ilustrasi pendidikan yang demokratis itu tertuang pada tabel berikut. Muara dari tuntutan dan keinginan bangsa Indonesia tentang desentralisasi atau otonomi pendidikan itu adalah pada Manajemen Berbasis Sekolah (School-Based Management), yang kemudian konsekuensi logisnya akan diikuti dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (curriculum-based competence), dan Kurikulum Berbasis Sekolah (school-based curriculum) serta Penilaian Berbasis Kelas (classroom-based evaluation). Meskipun di negara-negara lain manajemen berbasis sekolah (MBS) itu telah digulirkan sejak tahun 1970-an, MBS mencuat kuat di Indonesia sejak tahun 2000-an, karena adanya reformasi di bidang pendidikan.
Menurut Cheng (2001), MBS merupakan salah satu kecenderungan internasional yang paling menonjol dalam reformasi di bidang pendidikan (the most salient international trends of school reform). MBS memberikan banyak kesempatan dan kebebasan kepada para guru, orang tua, pendidik, pengelola pendidikan, dan pemimpin pendidikan untuk memikirkan kembali praksis pendidikan, mengembangkan mereka sendiri, mengubah peranan dan membuat inovasi serta meningkatkan kualitas lulusan.
Kebebasan Kreatifitas Guru Dalam Pembelajaran
Kelas merupakan unit terkecil tetapi terdepan tempat berlangsungnya proses pembelajaran. Meskipun sebagai unit terkecil, tempat proses pembelajaran itu memegang peranan paling penting dalam pembentukan kualitas peserta didik. Mengingat pentingnya peranan kelas ini, maka kemerdekaan guru dalam membina berlangsungnya proses pembelajaran harus memperoleh perhatian yang proporsional dalam perbaikan kualitas pendidikan melalui desentralisasi pendidikan atau manajemen berbasis sekolah.
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berkaitan langsung dengan proses pembelajaran di kelas. Sebagai contoh Noble (1996), mengatakan bahwa MBS berkorelasi positif terhadap kehadiran guru (attendance), kepercayaan (trust) dan kepuasan guru (job satisfaction) dalam mengajar. Keempat hal itu merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran di kelas. Hal ini merupakan isu yang amat penting karena guru sebenarnya merupakan orang nomor satu dan mempunyai otoritas penuh dalam menentukan proses pembelajaran di kelas. Agar tercipta pembelajaran yang benar-benar sesuai dengan keinginan perbaikan kualitas pendidikan, maka perlu dilihat terlebih dahulu bagaimana pemahaman guru tentang otonomi pendidikan, skenario pembelajaran ke depan, serta tantangan guru dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi (curriculum based competency). Kesempurnaan ketiga hal di atas merupakan kunci suksesnya perbaikan kualitas melalui desentralisasi pendidikan.
A.Pemahaman Guru tentang Otonomi Pendidikan
Sebagian besar pemahaman guru tentang implementasi desentralisasi pendidikan di lapangan masih menunjukkan hal yang cukup bervariasi, dan belum semua guru benar-benar mengetahui pemberlakuan dan makna desentralisasi pendidikan di sekolah. Hal ini paling tidak dapat dibedakan menjadi dua kelompok yang cukup dominan, yaitu :
Sebagian guru, baik pada pendidikan dasar maupun menengah rajin mengikuti perkembangan kebijakan pendidikan. Kelompok ini diwakili oleh mereka yang berada di perkotaan, mereka cukup mempunyai kreativitas dan keingintahuan (curiousity) yang cukup tinggi untuk meng ‘up date’ ilmu pengetahuan yang mereka kuasai. Mereka merasakan bahwa desentralisasi pendidikan memberikan perbedaan kebebasan guru dalam penjabaran kurikulum, penentuan buku pelajaran (termasuk penentuan penerbit) serta pelaksanaan evaluasi, misalnya Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) atau Ujian Akhir Sekolah (UAS). Dalam hal ini para guru merasa lebih bebas, lebih leluasa, tidak kaku dan tidak terpaku oleh aturan-aturan baku yang sentralistik, sehingga mereka lebih bisa berkreasi dan berinovasi. Untuk itu, ada sekolah-sekolah yang mampu menerapkan kebijakan ‘full day school’.
Menurut sebagian guru Taman Kanak-kanak yang sebelumnya cukup kreatif, perbedaan sistem sentralisasi dan desentralisasi hampir tidak ada. Para guru tetap mengacu pada kurikulum 1994 dan mereka mengembangkan sendiri tema-tema yang akan diajarkan di kelas. Dengan tema-tema itu mereka dituntut untuk kreatif mengembangkan ide-idenya disesuaikan dengan lingkungan masing-masing. Di samping itu, mereka merasa lebih leluasa karena mereka memang tidak mempunyai buku pegangan seperti guru-guru pada jenjang-jenjang pendidikan di atasnya. Dengan sistem desentralisasi, guru menjadi fasilitator yang membelajarkan peserta didik. Sebagai subjek, peserta didik harus lebih aktif belajar, mengkonstruksi sendiri pikirannya tentang sesuatu yang sedang dipelajari.
Di balik pemahaman yang cukup bagus tentang desentralisasi pendidikan, sebagian guru yang lain, terutama di daerah pedesaan dan jauh dari sentuhan media masa, tidak tahu menahu bahkan tidak merasakan makna perubahan dari sistem sentralisasi ke desentralisasi, mereka masih melaksanakan kebiasaan-kebiasaan lama. Hampir senada dengan hal itu, guru senior pada umumnya bertahan dengan melakukan kegiatan yang sentralistis. Padahal, perbedaan pemberlakuan sistem penyelenggaraan pendidikan itu sangat berkait dengan ‘kemerdekaan’ proses pembelajaran yang telah mereka alami sebelumnya dan kemampuan guru yang bersangkutan. Dijumpai juga kepala sekolah yang mengkaitkan desentralisasi pendidikan itu dengan kesiapan serta profesionalisme guru.
Desentralisasi pendidikan menyebabkan guru kebingungan karena mereka harus betul-betul mengoptimalkan perannya secara menyeluruh, peran yang selama ini belum pernah mereka lakukan. Sebagai contoh, di era sentralisasi mereka cenderung mengutamakan lima mata pelajaran yang di-EBTANAS-kan, sementara saat sekarang mereka harus mempersiapkan semua mata pelajaran dengan menyeluruh dan profesional.
B. Profesionalisasi Guru
Pada dasarnya pilihan seseorang untuk menjadi guru adalah “panggilan jiwa”(Sudarwan.2010;55). Proses belajar mengajar dengan harapan seorang siswa agar mencapai kedewasan namaun kenyataannya menjadi seorang guru tidaklah segampang membalikkan telapak tangan. Seorang guru harus mempunyai keterampilan dan kemampuan khusus, sesuai dengan kualifikasi dan jenis jenjang pendidikan yang dikuasai. Menurut djojonegoro (1998) dalam Sadarwan.(2010), mengatakan bahwa profesionalisme dalam suatu jabatan ditentukan oleh tiga factor penting. Ketiga factor tersebut anatara lain adalah:
1. Memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program pendidikan keahlian atau spesialisasi. Dengan demikian dapat dipahami bagaimana seorang guru harus melakukan proses pembelajaran di masa yang akan datang, diantaranya adalah:
2. Kemampuan untuk memperbaiki kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus yang dikuasai).
3. Penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian khusus yang dimilikinya.
Dengan demikian unsur terpenting dalam profesi seoarng guru adalah penguasaan kompetensisebagai keterammpilan atau keahlian khusus, yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mendidik dan mengajar secara efektif dan efisien. Mengungat demikian beratnya tugas dan tanggung jawab seorang guru, belum lagi beratnya perjuangan untuk menjadi seorang guru yang memiliki kompetensi yang memadai, akan tetapi seringkali potensi yang ada tersebut sulit berkembang karena adanya batasan-batasan dan aturan-aturan pusat yang mengikat. Namun dengan adanya otonomi pendidikan ini guru memang mempunyai kebebasan dalam melakukan pembelajaran, mulai dari menyusun silabus, melaksanakan pembelajaran di kelas sampai dengan melakukan evaluasi, guru dituntu untuk dapat mempunyai kreasi sendiri serta dapat mengembangkan potensi yang dimiliki agar tercapainya tujuan pendidikan.
Karena selama ini para guru telah terbiasa melakukan apa yang telah digariskan oleh pemerintah pusat, mereka cenderung pasif mengikuti ketentuan yang telah ada. Dengan desentralisasi pendidikan, para guru menginginkan pendidikan yang lebih profesional, artinya mereka mempunyai kemerdekaan untuk menentukan proses pembelajaran di kelas, tidak diintimidasi atau ditakut-takuti, seperti dalam supervisi, mereka senantiasa takut dan disalahkan. Akibat dari hal ini maka para guru menjadi apatis dan akhirnya kemampuannya tidak bekembang secara profesional.
1. Para guru menginginkan agar penentuan kurikulum bersifat lebih fleksibel, lebih-lebih lagi dalam kaitannya dengan pengelolaan kurikulum muatan lokal.
2. Para guru merasakan lebih berhasil mengajar manakala mereka berperan sebagai fasilitator dan dapat sepenuhnya membimbing peserta didik aktif dalam proses pembelajaran.
3. Para guru menyadari bahwa proses pembelajaran lebih berhasil mengembangkan potensi peserta didik manakala pembelajaran dilaksanakan secara demokratis, peserta didik tidak dalam suasana tegang dan takut.
4. Khusus untuk guru Taman Kanak Kanak, karena tuntutan membaca dan menulis sudah semakin tinggi, mereka menginginkan agar memperoleh kebebasan dalam mengajarkan membaca dan menulis itu untuk anak kelas TK
Oleh karena itu, mereka juga mengharapkan agar Pemda dapat lebih memperhatikan peningkatan kualitas pendidikan maupun kesejahteraan guru TK. Atas phenomena di atas, dan dengan merujuk pada sumber-sumber yang berkembang selama ini, maka menurut penulis proses pembelajaran untuk masa-masa yang akan datang untuk peningkatan kualitas pendidikan dalam rangka desentralisasi pendidikan di Indonesia adalah seperti pada paragrap-paragrap berikut.
1. Pembelajaran yang Demokratis
Desentralisasi pendidikan juga mengandung arti demokratisasi pendidikan, yaitu penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab dan milik bersama antara orang tua, masyarakat dan pemerintah yang berhubungan langsung dengan proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dalam rangka memperkuat establishnya nilai-nilai demokrasi di kalangan warga negara dan peserta didik, maka di samping penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dengan cara dan iklim yang demokratis, proses pembelajaran di kelas pun harus mampu menanamkan nilai-nilai demokrasi bagi peserta didik. Pendidikan yang demokratis diharapkan mampu memberikan proses yang lebih menyenangkan dan membesarkan hati (mbombong) peserta didik, bukan menekan atau merendahkan kemampuan peserta didik. Penelitian DePorter dan Hernacki (2000) menunjukkan bahwa dalam setiap harinya rata-rata peserta didik memperoleh komentar negatif sebanyak 86%, dan hanya 14% komentar positif.
Pendidikan yang lebih demokratis diharapkan dapat merubah suasana tersebut dengan lebih banyak memberi komentar positif kepada peserta didik dibandingkan dengan komentar negatif. Iklim demokratis juga diharapkan dapat menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan (fun). Dryden dan Vos (2002) dengan mengutip Kline (1988) menyebutkan bahwa bagi kebanyakan peserta didik, belajar akan sangat efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan. Pendapat di atas sangat tepat karena ternyata ide itu telah memberikan inspirasi bagi berbagai kalangan untuk menciptakan media pembelajaran, permainan, game, atau software komputer yang sudah menjamur digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah atau di lingkungan rumah tangga.
Kondisi pembelajaran di Indonesia, kalau tidak boleh dibilang dikelola dengan cara yang otoriter, yang jelas masih memerlukan bantuan agar pembelajaran menjadi lebih demokratis. Sesuai dengan idealisme di atas, penelitian Muhammad, Hadiyanto dan Nurli (1998) menunjukkan bahwa iklim kelas yang lebih demokratis mampu membuat prestasi belajar peserta didik menjadi lebih baik.
2. Pembelajaran yang Kooperatif
Pembelajaran yang kooperatif atau ‘cooperative learning’, yaitu merupakan salah satu strategi guru dalam membelajarkan peserta didik dengan melibatkan peserta didik dalam kelompok kecil untuk melakukan aktivitas belajar guna meningkatkan interaksi yang positif. Menurut Martin (tanpa tahun), cooperative learning dapat meningkatkan prestasi yang dicapai peserta didik, meningkatkan ingatan (retention), penggunaan level alasan yang lebih baik, kepercayaan diri, dan meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi antar peserta didik.
Di samping itu, Lyman, Lawrence; Foyle, Harvey C. (1988) menambahkan bahwa cooperative learning dapat meningkatkan motivasi belajar dan membuat peserta didik lebih mendalami materi pelajaran yang dipelajarinya. Kedua hal di atas, pembelajaran yang demokratis dan cooperative learning, sangat tepat dikaitkan dengan kondisi pendidikan nasional yang harus mampu memberikan sumbangan terhadap pembentukan manusia Indonesia yang lebih demokratis setelah terjerat dalam kondisi otoriter birokratis beberapa dekade yang lalu. Kedua hal itu, menurut hemat penulis dapat mewujudkan praktek pendidikan di Indonesia seperti yang diidamkan Zamroni (2000), yaitu pendidikan yang manusiawi, demokratis dan egaliter.
3. Adaptasi Paradigma
Untuk menggapai proses pembelajaran yang lebih cocok sesuai dengan tuntutan masa yang akan datang, di samping memperhatikan dua hal yang telah disebutkan di atas. Cheng (2001) mengemukakan tentang paradigma baru dalam belajar dan mengajar, yaitu paradigma ‘triplization’ dengan beberapa catatan. Triplization pada intinya menyebutkan bahwa dalam proses belajar dan mengajar diperlukan tiga wawasan utama, yaitu individualisasi (individualization), lokalisasi (localization) dan globalisasi (globalization).
Individualisasi pada intinya merupakan transfer, adaptasi dan pengembangan nilai-nilai ekternal, pengetahuan teknologi dan norma-norma tingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik individu. Ide ini lebih banyak berkait dengan motivasi dan kebutuhan manusia. Lokalisasi merujuk pada transfer, adaptasi dan pengembangan nilai-nilai, pengetahuan, teknologi dan norma-norma tingkah laku dari konteks lokal, seperti masyarakat sekitar. Contoh dari hal ini adalah adaptasi teknologi, ekonomi, sosial, politik dan budaya ekternal kepada masyarakat lokal. Sedangkan globalisasi merupakan transfer, adaptasi dan pengembangan nilai-nilai, pengetahuan, teknologi dan norma-norma tingkah laku lintas negara dan masyarakat dalam skala internasional.
Dengan mempelajari ide Cheng (2001) di atas dan dengan memperhatikan kebutuhan pembentukan nilai-nilai kebangsaan yang sedang terancam ‘disintegrasi’, melalui pendidikan untuk masa-masa yang akan datang, maka ‘individualisasi’ yang dimaksud oleh Cheng lebih tepat digantikan dengan semangat kebersamaan (cooperation) seperti yang telah disebutkan pada sub bagian di atas. Dengan demikian, adaptasi paradigma triplization itu menjadi seperti yang tertuang pada tabel berikut. Meskipun masih sangat sulit bagi para guru di Indonesia untuk menerapkan adaptasi paradigma ‘triplization’ seperti tersebut di atas, lebih-lebih lagi yang berkaitan dengan wawasan global atau internasional, karena bangsa Indonesia harus realistis terbentur pada keterbatasan sumber yang dimiliki oleh sebagian besar sekolah di Indonesia, kebebasan guru untuk mengambil langkah-langkah proaktif sedekat mungkin menuju ke paradigma itu setapak demi setapak perlu diwujudkan. Sekolah-sekolah yang telah mempunyai sumber daya manusia, dalam hal ini guru dan petugas lainnya serta fasilitas yang sudah memadai harus diberikan kebebasan untuk dapat mengimplementasikan ide-ide di atas dengan lebih awal.
C. Otonomi Guru dalam Sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi
Salah satu bentuk inovasi pendidikan yang saat ini sedang diuji-cobakan adalah ‘Kurikulum Berbasis Kompetensi’ (curriculum-based competency). Meskipun ujicoba itu belum diketahui hasilnya, Kurikulum Berbasis Kompetensi ini direncanakan akan diimplementasikan di sekolah-sekolah di Indonesia tahun 2004 sebagai pengganti Kurikulum 1994. Kurikulum berbasis kompetensi pada dasarnya merupakan perangkat rencana pembelajaran, pengaturan kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai peserta didik, penilaian, kegiatan pembelajaran dan pengembangan sumber daya sekolah. Kurikulum ini berorientasi pada hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada peserta didik, serta pada pada keberagaman sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Kurikulum ini diharapkan dapat benar-benar membuat peserta didik mempunyai kompetensi pada mata pelajaran yang diajarkan, yaitu tidak hanya sampai pada ranah kognitif tingkat rendah, tetapi harus sampai pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor tingkat tinggi. Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas (2002) menyebutkan bahwa peran dan tanggung jawab guru dalam implementasi Kurikulum berbasis Kompetensi ini adalah :
1) Mempelajari dan memahami kurikulum.
2) Menyusun silabus yang sesuai dengan kebutuhan.
3) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan perencanaan.
4) Mengumpulkan dan berbagi gagasan dengan sesama guru tentang perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
5) Menghadiri pertemuan-pertemuan di sekolah, KKG/MGMP, tingkat kecamatan, kabupaten atau kota dan propinsi.
6) Menyelesaikan tugas-tugas administrasi pembelajaran. Dalam melaksanakan penilaian, seorang guru harus:
memandang penilaian sebagai bagian integral dari kegiatan belajar mengajar,
Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat dalam mengevaluasi dan bercermin diri,
Melakukan berbagai strategi penilaian untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik
Mengakomodasi kebutuhan khusus peserta didik
Mengembangkan sistem pencatatan dengan variasi cara dalam pengamatan belajar peserta didik,
menggunakan penilaian dalam rangka mengumpulkan informasi untuk membuat keputusan tentang tingkat pencapaian peserta didik. Untuk menjaring hasil kerja yang dilakukan peserta didik, maka dalam melaksanakan penilaian guru dapat melakukan berbagai bentuk tes, seperti tes tertulis, tes penampilan (performance), penugasan atau proyek dan kumpulan hasil kerja dan tugas peserta didik dengan disertai komentar guru (portofolio).
Dengan memperhatikan rencana pemberlakuan dan muatan Kurikulum Berbasis Kompetensi seperti tersebut di atas, di satu sisi guru memang mempunyai kebebasan dalam melakukan pembelajaran, mulai dari menyusun silabus, melaksanakan pembelajaran di kelas sampai dengan melakukan evaluasi.
Namun di sisi lain, kebebasan itu harus disertai dengan tanggung jawab dan volume tugas yang lebih berat. Oleh karena itu, pemberlakuan kurikulum baru itu harus diikuti oleh pembaharuan yang lain, seperti desiminasi kepada guru, pengurangan jumlah peserta didik maksimal dalam satu rombongan belajar. (Jumlah 40 peserta didik dalam satu rombongan belajar seperti yang diharapkan Puskur Balitbang Depdiknas, adalah jumlah yang masih terlalu besar). Tanpa sentuhan lain dari komponen pendidikan, pemberlakuan kurikulum baru itu hanya sekedar menjadi in-efisiensi kebijakan
.
KESIMPULAN
Pintu otonomi pendidikan nasional telah dibuka lebar oleh pemerintah Indonesia. Berbagai perangkat peraturan dan kebijakan di bidang pendidikan telah dibuat, baik berkait dengan sistem manajemen pendidikan, maupun rencana pembaharuan kurikulumnya. Pembaharuan- pembaharuan itu berimplikasi terhadap kemerdekaan guru dalam mengkreasi proses pembelajaran di kelas. Proses mengajar dan belajar yang sesuai dengan tuntutan otonomi pendidikan di atas adalah proses yang demokratis dan kooperatif. Untuk membuat guru mampu mengajar secara lebih demokratis, koperatif dan berkompeten seperti idealisme ‘tripilization’, pemerintah dan bangsa Indonesia masih harus bekerja keras memperbaiki komponen pendidikan yang lain, seperti kualitas dan mentalitas guru, sarana dan prasarana pembelajaran. Tanpa sentuhan komponen yang lain sebagai bagian dari suatu sistem pendidikan nasional, perubahan pembaharuan itu hanya akan menjadi kebijakan yang tidak efektif dan efisien.
Daftar Pustaka
Danim, Sudarwan. 2010. Otonomi Manajemen Sekolah. Bandung: Alfabeta
Zamroni, 2001. Pendidikan untuk Demokrasi, tantang menuju civil society. Yogyakarta: Biograf Publishing
Danim, Sudarwan. 2010. Profesionalisasi dan Etika Profesi guru. Bandung: Alfabeta
Dryden, G dan Vos, J., 2002. Revolusi Cara Belajar. Bandung: Kaifa.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas, 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.
Sepenggal liukan Jemari
Goresan Jemari Nakal
Minggu, 10 Oktober 2010
Sistim Pendidikan Turki
PENDAHULUAN
A. Sejarah dan Letak Geografis
Turki termasuk dalam wilayah timur tengah yang terletak di Eropa Tenggara dan Asia barat daya (yang sebagian barat Turki Bosporus secara geografis bagian dari Eropa), berbatasan dengan Laut Hitam, antara Bulgaria dan Georgia, dan berbatasan dengan Laut Aegean dan Laut Mediterania, antara Yunani dan Suriah, dengan Koordinat geografis: 39 00 N, 35 00 E, yang terdiri dari suku bangsa Turki 80%, Kurdi 20% (perkiraan) : Agama: Islam 99,8% (kebanyakan Sunni), lainnya 0,2% (kebanyakan Kristen dan Yahudi) Bahasa: Turki (resmi), Kurdi, Arab, Armenia, Yunani dengan angka melek huruf: usia 15 ke atas dapat membaca dan menulis total populasi: 86,5% laki-laki: 94,3% perempuan: 78,7% (2003)
Turki modern didirikan pada tahun 1923 dari sisa-sisa Anatolia dari Kekaisaran Ottoman dikalahkan dari Turki." Di bawah kepemimpinan otoriter nya, negara yang dianut reformasi sosial, hukum, dan politik luas. Setelah masa pemerintahan satu partai, percobaan dengan multi-partai politik menuju kemenangan pemilu 1950 dari partai oposisi Partai Demokrat dan pengalihan kekuasaan damai. Sejak itu, partai politik Turki dikalikan, tapi demokrasi telah retak oleh masa-masa ketidakstabilan dan kudeta militer intermiten (1960, 1971, 1980), yang dalam setiap kasus akhirnya menghasilkan kembalinya kekuatan politik untuk warga sipil. Pada tahun 1997, militer kembali membantu insinyur pemecatan tersebut - populer disebut "kudeta pasca-modern" - pemerintah kemudian Islam yang berorientasi. Campur tangan militer Turki di Siprus pada tahun 1974 untuk mencegah pengambilalihan pulau Yunani dan sejak bertindak sebagai pelindung negara dengan "Republik Turki Siprus Utara", yang hanya mengakui Turki. Sebuah pemberontakan separatis dimulai pada tahun 1984 oleh Partai Pekerja Kurdistan (PKK) - sekarang dikenal sebagai Rakyat Kongres Kurdistan atau Kongra-Gel (KGK) - telah mendominasi perhatian militer Turki dan menelan lebih dari 30.000 jiwa, tapi setelah penangkapan pemimpin kelompok di tahun 1999, sebagian besar pemberontak mundur dari Turki, terutama ke Irak utara. Pada tahun 2004, KGK mengumumkan gencatan senjata mengakhiri dan serangan dikaitkan dengan KGK meningkat. Turki bergabung dengan PBB pada tahun 1945 dan pada tahun 1952 itu menjadi anggota NATO. Pada tahun 1964, Turki menjadi anggota asosiasi dari Komunitas Eropa, selama dekade terakhir, telah melakukan berbagai reformasi untuk memperkuat demokrasi dan ekonomi, memungkinkan untuk memulai pembicaraan keanggotaan aksesi dengan Uni Eropa.
B. Profil Pendidikan
Sistem Pendidikan di Turki secara umum dapat dikatakan hampir sama dengan sistem pendidikan di Indonesia. Adapun sitem pendidikan nasional Turki yang utama terdiri dari dua bagian:
1. Pendidikan Formal (Formal Education)
Penddikan formal adalah sistem sekolah yang terdiri dari lembaga-lembaga pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, sama halnya dengan pendidikan yang ada di Indonesia .
2. Pendidikan Non-formal (Non-formal Education) sesuai dengan accordance with Basic LawNo. 1739 for National Education. Undang-Undang Dasar Pendidikan Nasional Turki. Pendidikan non formal mencakup semua kegiatan yang diselenggarakan di dalam atau di luar sekolah.
a. Pendidikan pra-sekolah,
Pendidikan pra sekolah adalah pendidikan yang opsional, bertujuan untuk memberikan kontribusi mental, dan emosional pada perkembangan fisik anak/siswa untuk membantu mereka memperoleh kebiasaan baik (ahklak), yang ditekankan pada saat mereka masih di pendidikan dasar. Pendidikan pra-sekolah diberikan di TK, rumah penitipan anak, pembibitan kelas di sekolah dasar dan kelas persiapan oleh berbagai departemen dan instansi terkait, dan Departemen Pendidikan Nasional Turki.
b. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar, memberikan pengetahuan dasar pada anak-anak dan memastikan fisik, perkembangan mental dan moral sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Pada umumnya terdiri dari pendidikan anak-anak dalam kelompok usia 6-14 tahun. Delapan tahun pendidikan dasar adalah wajib untuk semua warga negara Turki yang telah mencapai usia enam tahun, ada juga sekolah swasta akan tetapi masih berada di bawah kontrol negara. Akan tetapi khusus pelajaran bahasa asing sudah dimulai diberikan sejak 4 tahun dalam pendidikan dasar.
c. Pendidikan Sekunder
Pendidikan sekunder diklasifikasikan dalam dua kategori lembaga pendidikan, yaitu sekolah menengah umum dan kejuruan dan sekolah tinggi teknik (lycées) di mana minimal tiga tahun bersekolah dilaksanakan setelah pendidikan dasar.
- Pendidikan Menengah
Sekolah Menengah umum adalah lembaga pendidikan yang mempersiapkan siswa untuk institusi pendidikan tinggi. Mereka menerapkan program tiga tahun lebih dan di atas pendidikan dasar, yang terdiri dari siswa dalam kelompok umur 15-17 tahun.
- Pendidikan Kejuruan
mberikan instruksi khusus dengan tujuan memberikan pelatihan kemahiran yang berkualitas. Organisasi dan periode instruksi dari sekolah berbeda. Beberapa dari mereka memiliki program empat tahun dalam hal ini usia sekolah adalah 15-18 tahun.
Tujuan pendidikan menengah adalah untuk memberikan pengenalan pada siswa dengan budaya umum pada tingkat minimum dan mempersiapkan mereka dalam mengemban tanggung jawab bagi masyarakat demokratis, membuat mereka menghormati hak asasi manusia serta mempersiapkan mereka pada pendidikan yang lebih tinggi atau bisnis ke arah kepentingan kehidupan yang sejahtera.
sekolah-sekolah menengah swasta, memiliki kelas persiapan bahasa asing, sesuai dengan sasaran program pendidikan, dan dalam pendidikan bahasa asing yang dipadukan dalam kelompok ilmu pengetahuan dan matematika.
d. Pendidikan Tinggi (Higher education)
Di Turki, pendidikan tinggi meliputi semua institusi pendidikan setelah pendidikan menengah, yang menyediakan setidaknya dua tahun pendidikan tinggi dan mendidik siswa untuk melanjutkan ke jenjang, sarjana, master atau gelar tingkat doktor. Lembaga pendidikan tinggi terdiri dari universitas, fakultas, institut, sekolah pendidikan tinggi, konservatori, sekolah kejuruan pendidikan tinggi dan pusat penelitian aplikasi. Di Turki, eskalasi pendidikan yang lebih tinggi adalah untuk mencapai tingkat kemampuan dalam menghadapi era globalisasi dunia, baik dari segi kualitas dan kuantitas, telah diadopsi sebagai tujuan utama. Rencana dan program yang dibuat selalu mencerminkan persepsi dari rencana itu sendiri.
Tujuan pendidikan tinggi adalah untuk melatih tenaga kerja dalam suatu system, prinsip-prinsip pendidikan dan pelatihan kontemporer untuk memenuhi kebutuhan Negara. Namun demikian dipendidikan tingggi juga disediakan beberapa pendidikan khusus di berbagai bidang bagi siswa yang telah menyelesaikan pendidikan menengah.
Universitas yang terdiri dari beberapa unit yang dibentuk oleh negara dan oleh hukum sebagai perusahaan publik memiliki otonomi dalam pengajaran dan penelitian. Selain itu, lembaga-lembaga pendidikan tinggi, di bawah pengawasan dan kontrol negara, juga dapat dibentuk oleh yayasan swasta sesuai dengan prosedur dan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam undang-undang dengan ketentuan bahwa mereka adalah non-profit di dunia. Universitas adalah lembaga pendidikan tinggi pokok. Ia memiliki otonomi akademik dan kepribadian hukum publik. Hal ini bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pendidikan tingkat tinggi, penelitian ilmiah dan publikasi. Setiap universitas terdiri dari fakultas dan sekolah empat tahun, menawarkan program yang tingkat sarjana, yang kedua dengan penekanan kejuruan, dan tahun-dua sekolah kejuruan yang menawarkan rekan) tingkat's (program pra-sarjana dari alam kejuruan ketat. Tingkat pascasarjana program terdiri dari master dan doktor program, dikoordinasi oleh lembaga untuk studi pascasarjana.
program magister ditetapkan sebagai program "dengan tesis" atau "tanpa tesis". program "Dengan tesis" gelar master yang menyelesaikan pendidikan tertentu diikuti dengan pengajuan tesis. Sementara itu program "tanpa tesis" juga bagian penyelesaian dari program sarjana namun disini disebut istilah proyek. Durasi program ini adalah dua tahun setidaknya. Akses ke program doktor membutuhkan gelar master.
Program Doktor memiliki jangka waktu minimal empat tahun yang terdiri penyelesaian kursus, lulus ujian kualifikasi doktor, serta menyiapkan dan mempertahankan tesis doktor. Medis program pelatihan khusus untuk program setara tingkat doktor, namun dilakukan dalam fakultas kedokteran dan pelatihan di rumah sakit yang dimiliki Departemen Kesehatan dan Organisasi Negara Asuransi Sosial.
C. Sistem dan Pelaksanaan Pendidikan
Dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Turki sudah sangat maju, kepala sekolah melihat langsung proses pembelajaran seperti; kegiatan moving class, aktifitas organisasi semacam MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dan MKKS ( Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) dan lain-lain. Mereka juga melihat setelah jam pelajaran usai guru-guru di sana masih tinggal di sekolah sampai sore untuk mendiskusikan persoalan-persoalan yang muncul pada hari itu. Di Turki juga terlihat sekali hubungan kerjasama yang baik antara sekolah dengan masyarakat. Satu hal contoh kedekatan hubungan antara sekolah dengan orang tua siswa dan masyarakat sekitar sekolah. Sekolah menyediakan kamera monitor yang bisa diakses langsung oleh orang tua siswa dari rumahnya. Orang tua bisa mengetahui kegiatan anaknya di sekolah, aktifitasnya didalam kelas dan lain-lain. Jadi orang tua ikut mengawasi jalannya kegiatan pembelajaran. Dengan demikian guru juga tidak bisa berbuat macam-macam. Dan guru-guru disana memperlakukan siswa-siswanya dengan sangat baik
Kemajuan yang sudah dicapai Turki selama 9 tahun terakhir antara lain: pengembangan kurikulum, kemampuan fisik siswa, perbaikan dan pembangunan gedung sekolah baru, peningkatan mutu guru, bimbingan dan konseling serta penggunaan ICT di sekolah. Khusus mengenai program peningkatan mutu guru, Mr, Fatih menjelaskan bahwa di Turki, sekolah mendaftarkan guru-guru yang dianggap memerlukan program pengembangan ke lembaga pelatihan yang ada di Turki setahun sebelum mengikuti pelatihan. Pihak sekolah lebih tahu apa yang dibutuhkan oleh guru mereka atau sekolah lebih mengetahui guru mana saja yang perlu ditingkatkan kompetensinya.
Mengenai alasan mereka sangat peduli dengan pendidikan adalah bahwa Negara mereka di masa depan akan dipimpin oleh anak-anak mereka sekarang. Oleh karena itu jika mereka diberi pendidikan yang baik maka Negara ini akan mereka kelola dengan baik pula pada waktunya nanti. Alasan lain yang mereka sampaikan bahwa dalam memberikan sumbangan kepada sekolah mereka niatkan untuk beramal sesuai dengan ajaran agama
Jadi di Turki baik orang kaya maupun yang hidup pas-pasan semua sudah terbiasa menyumbangkan uang mereka untuk kemajuan pendidikan anak-anak mereka sehingga pendidikan di Turki dapat lebih maju dan merata bagi semua anak, sedangkan di Indonesia hanya sebagian kecil saja dari orang kaya dan pengusaha yang membangun sekolah bertaraf Internasional, itupun hanya mereka yang mempunyai biaya saja yang mendapatkan kesempatan untuk belajar di sana karena untuk masuk ke sekolah swasta bertaraf Internasional perlu biaya yang sangat besar.
Kesimpulan
Turki, Negara berpenduduk 99% beragama islam mempunyai Sekolah Bertaraf Internasional yang sudah sangat maju. Sistem pendidikan di Turki secara umum hampir sama dengan pendidikan yang ada di Indonesia. Jenjang pra sekolah (TK), Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan tinggi, serta pendidikan di luar sekolah. Namun pertanyaannya mengapa pendidikannya lebih maju dibandingkan dengan pendidikan di Indonesia . Untuk memajukan pendidikannya antara lain dikarenakan : Tingginya peran masyarakat dan perusahaan (stakeholder) yang peduli terhadap dunia pendidikan, mereka menyisihkan sebagian pendapatannya untuk membangun pendidikan.
Alasan mengapa mereka sangat peduli dengan pendidikan adalah bahwa negara mereka di masa depan akan dipimpin oleh anak-anak mereka sekarang. Oleh karena itu jika mereka diberi pendidikan yang baik maka negara ini akan mereka kelola dengan baik pula pada waktunya nanti. Alasan lain yang mereka sampaikan bahwa dalam memberikan sumbangan kepada sekolah mereka niatkan untuk beramal sesuai dengan ajaran agama. Secara umum dapat kita lihat bahwa pendidikan di Turki betul-betul mendapat perhatian dari pemerintah disamping kesadaran dari warga yang berimplikasi pada kemajuan dan kemakmuran negaranya.
RANCANGAN ADAPTASI BAHAN AJAR
RANCANGAN ADAPTASI
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : V/II
Standar Kompetensi : Membaca
Memahami teks dengan membaca sekilas
No. | Langkah Pengembangan KD | Adaptasi bahan dan Sumber |
1. | Info Tentang KD Kompetensi Dasar : membandingkan isi dua teks yang dibaca dengan membaca sekilas | Kurikulum Sekolah |
2. | Aktivitas · Bacalah sekilas kedua teks bacaan “Kereta Api” serta “Perahu dan Kapal” berikut · Siswa mncatat kata-kata asing yang terdapat dalam teks · Tanya jawab siswa dan guru · Siswa menjawab pertanyaan · Siswa menyimpulkan garis besar kedua isi teks · Siswa menjelaskan garis besar isi teks · Siswa membandingkan kedua isi teks | SASEBI Saya Senang Berbahasa Indonesia untuk Sekola Dasar kelas V Penerbit : Erlangga Hal. 188-189 LKS Bahasa Indonesia Cendikia |
3. | Tugas · Bacalah dengan sekilas kedua teks berikut ini 1. Kereta Api Kereta api Kereta api pertama diciptakansekit 200 tahun tang lalu. Kereta tersebut disebut kereta uap, karena menggunakan mesin uap sebagai mesin penggeraknya. Kereta uap membakar batu bara atau kayu untuk menghasilkan uap yang akan menggerakkan roda. Saat ini, dseluruh dunia kereta digunakan untuk membawa penumpang dan muatan berat dengan menempuh jarak yang jauh. Kebanayakan kereta dijalankan dengan tenaga lsterik atau mesin diesel bahkan dinegara-negara maju telah diciptakan kereta apai dengan tenaga angin. Kereta tercepat didunia adalah kereta TGV di prancis. Kecepatan kereta ini mencapai 300 kilo meter per jam. Wah, bisa kalian bayangkan betapa cepatnya kereta ini!. Jenis kereta api ada dua macam, yaitu, kereta api penumpang dan kereta api pembawa barang. Kereta api penumpang dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu kereta api biasa, exspres, eksekutif, dan kereta api bawah tanah. Kereta api bawah tanah berjalan di atas rel listrik melewati terowongan dibawah kota. Kereta pembawa barang disebut kereta barang. Beberapa jenis kereta ini dapat menarik 100 gerbong. 2. Perahu dan Kapal Perahu dan Kapal Perahu telah digunakan selama ribuan tahun untuk membawa penumpang dan barang-barang melewati air. Perahu dilengkapi layar, dayung, atau mesin agar bisa melaju diatas air. Perahu besar yang mengarungi lautan disebut kapal. Ada banyak jenis perahu dan kapal. Dahulu, orang menjelajah laut Pasifik dengan perahu yang disebut Kano. Perahu yang sejenis dengan kano disebut Kayak. Kayak merupakan perahu kecil khas bangsa Eskimo yang dibungkus kulit hewan. Sekarang, Kayak digunakan untuk lomba mendayung. Ada juga perahu layar untuk lomba. Perahu ini memiliki layar besar didepannya yang disebut layar segi tiga. Begitu layar diembus angin, perahu akan berpacu dilautan. Kapal penumpang yang besar disebut kapal pesiar. Kapal pesiar bagaikan hotel terapung. Setiap bagian kapal memiliki nama sendiri-sendiri. Bagian depan kapal disebut haluan, sedangkan bagian belakang disebut Buritan. Saat ini, kapal terbesar didunia adalah kapal Tanker. Panjangnya bisa mencapai setengah kilo meter, dan beratnya sangat luar biasa. Akibatnya, untuk berhenti dibutuhkan waktu sekitar 20 menit. | SASEBI Saya Senang Berbahasa Indonesia untuk Sekola Dasar kelas V Penerbit : Erlangga Hal. 188-189 LKS Bahasa Indonesia Cendikia Sumber . Ensiklopedia Mini, Erlangga forkids, 2003, Hlm 136 Sumber . Ensiklopedia Mini, Erlangga forkids, 2003, Hlm 120 |
4. | Latihan · Catatlah kata-kata yang asing menurut kamu · Jelaskanlah garis besar isi teks · Bandingkanlah kedua isi teks · Catatlah perbedaan dan persamaan Kedua isi teks | SASEBI Saya Senang Berbahasa Indonesia untuk Sekola Dasar kelas V Penerbit : Erlangga Hal. 188-189 LKS Bahasa Indonesia Cendikia |
5. | Gambar dan Ilustrasi · Gambar kereta api Tenaga Uap · Gambar Kereta Api tenaga Mesin · Gambar Kereta Api Tenaga Listrik · Gambar Rakit /Kino · Gambar lomba Perahu dayung · Gambar Perahu Layar · Gambar Kapal Tanker | Http://id.wikipedia.org/wiki/Perahul Http://tengun.wordpress.com |
6. | Contoh – contoh Perbedaan dan persamaan · Kedua bacaan tersebut sama-sama menceritakan alat transportasi · Kedua bacaan tersebut menceritakan tentang perbedaan alat dan tempat pengoperasiannya Contoh lain alat transportasi · Pesawat Terbang · Kendaraan beroda/ mobil, bus | SASEBI Saya Senang Berbahasa Indonesia untuk Sekola Dasar kelas V LKS Bahasa Indonesia Cendikia Ensiklopedia Mini, Erlangga forkids |
7. | Bahasan dan Penjelasan · Siswa Mendengarkan Penjelasan guru · Siswa menngamati gambar · Guru menjelaskan garisbesar isi teks · Guru menjelaskan Persamaan dan perbedaan isi teks · Siswa dan guru sama-sama membandingkan garisbesar isi teks · | SASEBI Saya Senang Berbahasa Indonesia untuk Sekola Dasar kelas V |
Bahan dan sumber
Lampiran-Lampiran
![]() Kereta Api Tenaga Uap Kereta Api tenaga mesin ![]() ![]() Kereta Api tenaga Listrik Kereta barang ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Nama Sekolah :
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : V/2
Pertemuan Ke- : 60
Alokasi Waktu : 2 X 35 Menit
Standar Kompetensi : Memahami teks dengan membaca sekilas
Kompetensi Dasar : Membandingkan isi dua teks yang dibaca dengan membaca sekilas.
Indikator : Mampu
1. mendeskripsikan isi teks Kereta api serta perahu dan kapal
2. mengamati gambar;
3. menguraikan persamaan dan perbedaan isi teks.
I. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, siswa mampu
- mendeskripsikan isi teks Kereta api serta perahu dan kapal
- Menyipulkan isi teks
- menguraikan persamaan dan perbedaan isi teks
II. Materi Ajar
- Teks bacaan Kereta Api serta Perahu dan Kapal.
III. Metode Pembelajaran
- Tanya jawab
- Contoh
- Inkuiri
- Latihan dan penugasan
IV. Langkah-Langkah Pembelajaran
A. Pra kegiatan
- Doa
- Presensi
B. Kegiatan Awal
- Apersepsi
- Guru menyampaikan materi
- Guru menjelaskan kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran dan manfaatnya jika siswa menguasainya.
C. Kegiatan Inti
- Guru dan siswa mengamati gambar yang ada dalam buku.
- Guru membimbing siswa memahami deskripsi isi teks Kereta api serta perahu dan kapal.
- Siswa memahami deskripsi tanaman putri malu.
- Siswa menguraikan ciri-ciri alat transportasi lain.
- Siswa memahami contoh ringkasan cerita.
- Siswa menyimak bersama.
- Guru meminta siswa mengerjakan latihan sesuai dengan instruksi di dalam buku.
- Guru memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah.
- Siswa mebuat kreasi.
C. Kegiatan Akhir
- Guru melakukan refleksi dan penegasan-penegasan pada materi pembelajaran.
- Penutup
V. Sumber/Alat/Bahan
- Deskripsi Alat transportasi.
- Hanif Nurkholis Mafrukhi. 2007. Saya Senang Berbahasa Indonesia (Sasebi). Jakarta: Erlanggai.
- Gamabar Ilustrasi
VI. Penilaian
Tehnik
- Tes Tulis
Bentuk Instrumen
- Tes Obyektif
Bentuk tes: Lisan dan tertulis.
No. | Aspek Penilaian | Bobot | Nilai |
1. | Memahami isi teks bacaan a. paham (3) b. kurang paham (2) c. tidak paham (1) | 5 | |
2. | Mengamati gambar a. teliti (3) b. kurang teliti (2) c. tidak teliti (1) | 5 | |
3. | Menguraikan Persamaan dan perbedaan isi teks a. lengkap (3) b. kurang lengkap (2) c. tidak lengkap (1) | 5 |
VII. Lampiran - lampiran
Langganan:
Postingan (Atom)